Rabu, 04 Desember 2013

MAKALAH PROFESI KEGURUAN


MATERI PROFESI KEGURUAN
TENTANG
PROFESI KEGURUAN DALAM MENGEMBANGKAN SISWA


OLEH

KELOMPOK    : I
KELAS               : III B
NAMA                : 1. ASWAR ANAS
2. ARIF SUHARYONO
3. ASRI DEWI
4. FITRIANI T.
5. RENI SUHARTINI
6. SYAHRIANI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2013/2014










BAB I
PROFESI KEGURUAN DALAM MENGEMBANGKAN SISWA

1.1.   Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pekerjaan Profesi
Dalam kehidupan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau professional. Seseorang mengatakan bahwa profesinya sebagai seorang dokter, yang lain mengatakan bahwa profesinya sebagai arsitek, atau ada pula sebagai pengacara, guru, ada juga mengatakan profesinya pedagang, penyanyi, petinju, penari, tukang koran, dan sebagainya. Para staf dan karyawan instansi militer dan pemerintahan juga tidak henti-hentinya menyatakan akan meningkatkan keprofesionalannya. Ini berate bahwa jabatan mereka adalah suatu profesi juga.
Kalau diamati dengan cermat bermacam-macam profesi yang disebutkan diatas, belum dapat diliat dengan jelas apa yang merupakan kriteria bagi suatu pekerjaan sehingga dapat disebut suatu profesi. Kelihatannya, kriterianya dapat bergerak dari segi pendidikan formal yang diperukan bagi seseorang untuk mendapatkan suatu profesi, sampai pada kemampuan yang dituntut seseorang dalam melakukan tugasnya. Dokter dan arsitek harus melalui pendidikan tinggi yang yang cukup lama, dan menjalankan pelatihan berupa pemagangan yang juga memakan waktu yang tidak sedikit sebelum mereka diizinkan memangku jabatannya setelah memangku jabatanya, mereka juga dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dengan tujuan meningkatan kualitas layanannya kepada khalayak.
Sementara itu untuk menjadi pedagang atau petinju mungkin tidak diperlukan pendidikan tinggi, malah pendidikan khusus sebelum memangku jabatan itupun tidak perlu, meskipun latihan, baik sebelum ataupun setelah menggauli jabatan itu tentu saja sangat diperlukan. Oleh karena itu, agar tidak menimbukan kerancauan daam pembcaraan selanjutnya kita harus memperluas pengertian profesi itu.


1.1.1.     Pengertian profesi
Secara etimilogis, istilah profesi berasal dari Bahasa  Inggris yaitu profession atau Bahasa Latin, profecus, yang artinya mengakui,adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin 2002). Jadi profesi harus memiliki 3 pilar pokok yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapa akademik. Maka, profesi adalah suatu jabata atau pekerjaan yang menuntut keahlian (exspertise) dari para anggotanya.
Pada sisi lain profesi mempunyai pengertian seorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur berdasarkan intelektual. Hal demikian dapat dibaca pula pendapat Volmer dan Mills (1966), Mc Cully (1969), dan Diana W. Kommer (dalam sagala, 2000:195-196), mereka sama-sama mengartikan profesi sebagai spesialisasi dari jabatan intelektualyang diperoleh melalui study dan training, bertujuan menciptakan keterampilan, pekerjaan yang bernilai tinggi, sehingga keterampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi oleh orang lain, dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat imbalan berupa bayaran, upah, dan gaji (payment).
Adapun istilah-istilah yang sering digunakan dan berkaitan dengan profesi, yaitu profesional, profesionalitas, profesionalisme, profesionalisasi. Kata professional menunjuk pada 2 hal, pertama yaitu orang yang memangku suatu profesi melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab; dan kedua, seseorang melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya. Sedangkan profesionalitas mengacu pada sikap anggota profesi pada profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang dimilikidalam rangka melakukan pekerjaannya.
Profesionalisme berarti bersifat profesional, komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaannya sesuai profesinya. Namun, profesionalisasi mengacu pada proses peningkatan kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai suatu profesi.
1.1.2.     Ciri-ciri profesi
Dari defenisi di atas, maka dapat diangkat beberapa criteria untuk menentukan cirri-ciri suatu profesi yaitu sebagai berikut :
1.      Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas.
2.      Ada lembaga pendidikan khusus yang mengahasilkan pelakunya dengan program dan jenjang pendidikan yang bakuserta memiliki standar akademik yang memadai dan yang bertanggung jawab tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profesi itu.
3.      Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraannya.
4.      Ada etika dank ode etik yang mengatur perilaku etik para pelakunya dalam memperlakukan kliennya.
5.      Ada sisstem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku.
6.      Ada pengakuan masyarakat (professional, penguasa, dan awam) terhadap pekerjaan itu sebagai suatu profesi.
Omstein dan Levine berpendapat lain tentang cirri-ciri profesi adalah sebagai berikut:
  1. Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat.
  2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai.
  3. Menggunakan hasil penelitin dan aplikasi dari teori ke praktik.
  4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
  5. Terkendali berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan yang masuk.
  6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
  7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang gerhubungan denan layanan yang diberikan
  8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien
  9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dari supervisi dalam jabatan
  10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri
  11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya
  12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan
Menurut Sanusi, et.al dalam Sujipto (1994:17) bahwa ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut :
1.      Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosoial yang menentukan (crusial).
2.      Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
3.      Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4.      Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
5.      Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
6.      Proses pendidikan untuk jabatan itu juga aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
7.      Dalam memberikan layanan kepada masyarakat anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang timbul yang dikontrol oleh organisasi profesi.
8.      Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
9.      Dalam prakteknya melayani masyarakat anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang lain.
10.  Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Menurut D. Westby Gibson (1965) dalam Suharsini Arikuto, ciri-ciri khusus yang sebenarnya dimaksud sebuah profesi. Ia menjelaskan ada empat ciri yang melekat pada profesi, yaitu:
1.      pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja dikategorikan sebagai suatu profesi.
2.      Dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik.
3.      Diperlukannya persiapan yang sengaja dan sistematik sebelum orang mampu melaksanakan suatu pekerjaan profesional.
4.      Dimilikinya suatu mekanisme untuk menyaring sehingga hanya mereka yang dianggap kompeten yang diperbolehkan bekerja untuk lapangan pekerjaan tersebut
5.      Dimilikinya organisasi profesional yang disamping melindungi kepentingan anggotanya dari saingan kelompok luar, juga berfungsi tidak saja menjaga, akan tetapi sekaligus selalu berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, termasuk tindak-tindak etis profesional kepada anggotanya.
1.1.3.      Mengapa pekerjaan harus profesional dan bagaimana caranya
Sekarang ini masyarakat menginginkan semua pelayanan yang diberikannya adalah yang terbaik. Misalnya setiap orang tua menginginkan anaknya bersekolah di sekolah yang gurunya profesional, setiap orang menginginkan menyumpan uang di bank yang pelayananya profesional, dan sebagainya. Tuntutan-tuntutan masyarakat itulah yang membuat setiap profesi untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Jika setiap anggota profesi dapat melakukan pekerjaan dengan profesional, maka dengan sendiri dia akan membangun profesinya sehingga semua ciri-ciri profesi yang diuraikan dia atas dapat tercapai.
Pertanyaan selanjutnya, bagaiman seorang anggota profesi melakukan pekerjaannya dengan profesional? Setiap anggota profesi baik secara sendiri-sendiri atau dengan cara bersama melalui wadah organisasi profesi dapat belajar. Belajar yang dimaksud, yaitu belajar untuk mendalami pekerjaan yang sedang disandangnya dan belajar dari masyarakat apa yang menjadi kebutuhan mereka saat ini dan saat yang akan datang. Jadi seorang profesional harus senntiasa mengembangkan profesinya melalui pendidikan prajabatan dan pendidikan dalam jabatan, sehinggai pelyanan kepada pemakai (klien) akan semakin meningkat.
1.2.      Pengertian dan Ciri-ciri Profesi Keguruan
1.2.1.      Pengertian profesi guru
Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational), yang kemudian berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga hal: keahlian, komitmen, dan keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme.
Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi kependidikan dan/atau keguruan dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai oleh profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi, dan arsitektur. Selama ini, di Indonesia, seorang sarjana pendidikan atau sarjana lainnya yang bertugas di institusi pendidikan dapat mengajar mata pelajaran apa saja, sesuai kebutuhan/ kekosongan/ kekurangan guru mata pelajaran di sekolah itu, cukup dengan “surat tugas” dari kepala sekolah.
Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989).
Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional, personal dan sosial.
Jabatan guru dilator belakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional. Pada masa sekarang ini LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian berkembang pula organisasi guru sejenis (MGMP).
Menurut Amitai Etzioni (1969:89) guru adalah jabatan semiprofessional karena:
“…the training (of teachers) is shorter, their status less legitimated (low or moderate) their right to privileged communication less estabilished; there is less of a specialized knowledge, and they have less autonomy from supervision or societal control than than the profesionsions’…”
Guru harus diliat sebagai profesi yang baru muncul, dank arena itu mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan semiprofessional, bahkan mendekati jabatan profesi penuh. Pada saat sekarang, seperti telah dijelaskan juga didepan, sebagian orang menyatakan guru sebagai suatu profesi dan sebagian lagi tidak mengakuinya. Oleh karena itu, dapat dikatakan jabatan guru sebagian, tetapi buka seluruhnya adalah jabatan profesional, namun sedang bergerak ke arah itu. Kita di Indonesia dapat merasakan jalan ke arah itu mulai ditapaki, misalnya dengan adanya peraturan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahwa yang boleh menjadi guru hanya yang mempunyai akta mengajar yang dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Selain itu juga guru diberi penghargaan oleh pemerintah melalui keputusan Menpan No. 26 tahun 1989, dengan memberikan tunjangan fungsional sebagai pengajar dan dengan kemungkinan kenaikan pangkat yang terbuka.
1.2.2.      Perlunya profesionalisasi dalam pendidikan
Bersedia atau tidak, setiap anggota profesi harus meningkatkan kemampuannya, demikian pula dengan guru, harus pula meningkatkan kemampuannya untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
Lebih khusus lagi Sanusi et. al. (1991:23) mengajukan 6 asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan (dan bukan dilakukan secara asal saja), yakni sebagai berikut:
1.      Sejak pendidikan adalah manusia yang memiliki kemampuan, pengetahuan, emosi, perasaan dan dapat dikembangkan sesuai dengan potensinya; sementara itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.
2.      Pendidikan dilakukan secara internasional, yakni secara sadar bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat oleh norma-norma dan nilai –nilai yang baik secara universal, nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para pendidik, peserta didik dan pengelola pendidikan.
3.      Teori-teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
4.      Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang.
5.      Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yaitu situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah yang di kehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6.      Sering terjadi dilemma antara tujuan utama pendidikan yakni menjadi manusia sebagai manusia yang baik (dimensi intrinsic) dengan misi instrumental yakni yang merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.
1.2.3.      Syarat-syarat profesi guru
Dari pelajaran di atas, dapat dikemukakan bahwa guru dianggap sebagai suatu profesi bila mana ia memiliki pernyataan dasar, keterampilan teknik serta didukung oleh sikap kepribadian yang mantap. Dengan demikian, berarti guru yang profesional harus memiliki kompetensi berikut ini:
1.      Kompetensi Paedagogik, adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir a). Artinya guru harus mampu mengelola kegiatan pembelajaran, mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Guru harus menguasi manajemen kurikulum, mulai dari merencanakan perangkat kurikulum, melaksanakan kurikulum, dan mengevaluasi kurikulum, serta memiliki pemahaman tentang psikologi pendidikan, terutama terhadap kebutuhan dan perkembangan peserta didik agar kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan berhasil guna.
2.      Kompetensi Personal, adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. (SNP, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir b). Artinya guru memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber inspirasi bagi siswa. Dengan kata lain, guru harus memiliki kepribadian yang patut diteladani, sehingga mampu melaksanakan tri-pusat yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. (di depan guru member teladan/contoh, di tengah memberikan karsa, dan di belakang memberikan dorongan/motivasi).
3.      Kompetensi Profesional, adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir c). Artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas berkenaan dengan bidang studi atau subjek matter yang akan diajarkan serta penguasaan didaktik metodik dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoretis, mampu memilih model, strategi, dan metode yang tepat serta mampu menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran. Guru pun harus memiliki pengetahuan luas tentang kurikulum, dan landasan kependidikan.
4.      Kompetensi Sosial, adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. (SNP, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d). Artinya ia menunjukkan kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala sekolah bahkan dengan masyarakat luas.
Apabila guru telah memiliki keempat kompetensi tersebut di atas, maka guru tersebut telah memiliki hak professional karena ia telah jelas memenuhi syarat-syarat berikut:
1.      Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang keguruan yang menjadi tanggung jawabnya.
2.      kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas tanggung jawabnya dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.
3.      Menikmati teknis kepemimpinan dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam rangka menjalankan tugas sehari-hari.
4.      Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan prestasi yang inovatif dalam bidang pengabdiannya.
5.      Menghayati kebebasan mengembangkan kompetensi profesionalnya secara individual maupun secara institusional.
Dalam usaha membangun manusia Indonesia seutuhnya, guru merupakan ujung tombak atau pelaksana yang terdepan. Bila diumpamakan bidang kedoktera, teknik, politik, ekonomi, pertanian, industri, dan lain-lain adalah untuk kepentingan manusia, maka guru bertugas untuk membangun manusianya itu sendiri. Hal ini tentu memerlukan persyaratan khusus untuk dapat melaksanakan tugas tersebut di atas, yaitu guru sebagai suatu profesi, sebagai perpaduan antara panggilan, ilmu, teknologi, dan seni, yang bertumpu pada landasan pengabdian dan sikap kepribadian yang mulia.
Pada hakikatnya tugas guru tidak saja seharusnya diperlukan sebagai suatu tugas yang professional, tetapi adalah wajar bilamana melihatnya sebagai suatu profesi utama, karena mengajar antara lain berarti turut menyiapkan subjek didik ke arah berbagai jenis profesi. Dikaitkan dengan angkatan kerja, maka implikasinya ialah guru merupakan angkatan kerja utama, oleh karena guru merupakan tenaga yang turut menyiapkan tenaga pembangunan lainnya.
Berkenaan dengan uraian di atas, maka dapat ditarik benang merahnya bahwa di atas pundak gurulah terdapat beban yang berat dan semakin menantang, karena memang tugas guru adalah sedemikian kompleks dan akan semakin kompleks dengan majunya masyarakat serta berkembangnya IPTEK, maka sudah sewajarnya apabila kepada setiap guru diberikan jaminan sepenuhnya agar ia menghayati haknya sebagai seorang guru professional. Kepada para guru, sudah saatnya untuk meningkatkan kemampuannya, sejalan dengan semakin meningkatnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru. Terutama setelah adanya sertifikasi guru, baik melalui penilaian portofolio maupun jalur pendidikan profesi guru.
1.2.4.      Ciri-ciri Profesinal Keguruan
Ciri-ciri profesionalisasi jabatan guru akan mulai nampak, seperti yang dikemukakan oleh Robert W. Richey (1974) sebagai berikut:
1.      Para guru akan bekerja hanya semata-mata memberikan pelayanan kemanusiaan kepada masyarakat dari pada usaha untuk kepentingan pribadi.
2.      Para guru secara hukum dituntut untuk memenuhi berbagai persyaratan untuk mendapatkan izin/hak mengajar serta persyaratan yang ketat untuk menjadi anggota organisasi guru.
3.      Para guru dituntut memiliki pemahaman serta keterampilan yang tinggi dalam hal bahan pelajaran, metode mengajar, anak didik, dan landasan kependidikan.
4.      Para guru dalam organisasi profesional, memiliki publikasi profesional yang dapat melayani para guru, sehingga tidak ketinggalan jaman, bahkan selalu mengikuti perkembangan yang terjadi.
5.      Para guru diakui sepenuhmya sebagai karir hidup (a life career)
6.      Para guru memiliki nilai dan etika yang berfungsi secara nasional maupun secara lokal.
7.      Para guru diusahakan untuk selalu mengikuti kursus-kursus, workshop, seminar, konvensi serta terlihat secara luas dalam berbagai kegiatan in service.
Khusus untuk jabatan guru ini sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun ciri-cirinya. Misalnya National Education Assocation (NEA) (1949) menyarankan cirri-ciri sebagai berikut:
1.      Jabatan yang Melibatkan Kegiatan Intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett, 1963).
2.      Jabatan yang menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mcreka dari orang awam, dan memungkinkan. Mereka mengadakan gawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasi bidang iimu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (tleaching) (Ornstein and Levine, 1984).
3.      Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama
Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini. yang membedakan jabatan profesional dengan non-profesional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/institut atau melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang non-profesional (Ornstem dan Levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di Indonesia.
4.      Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai (jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan bcrbagai kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan prnghargaan kredit maupun tanpa kredit. Malahan pada saat sekarang bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan. Dilihat dari kacamata ini, jelas kriteria ke empat ini dapat Jipenuhi bagi jabatan guru di negara kita.
5.      Jabatan yang Menjanjikan Karier Hidup dan Keanggotaan yang Permanen
Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan profesional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Untunglah di Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain, walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya mungkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
6.      Jabatan yang Menentukan Bakunya Sendiri
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri, terutama di negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta. Sementara kebanyakan jabatan mempunyai patokan dan persyaratan yang seragam untuk meyakinkan kemampuan minimum yang diharuskan, tidak demikian halnya dengan jabatan guru. Dari pengalaman beberapa tahun terakhir penerimaan calon mahasiswa LPTK didapat kesan yang sangat kuat bahwa skor nilai calon mahasiswa yang masuk ke lembaga pendidikan guru jauh lebih rendah dibandingkan dengan skor calon yang masuk ke bidang lainnya.
7.      Jabatan yang Mementingkan Layanan di Atas Keuntungan Pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa depan.
8.      Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin rapat
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya.
                                                
1.2.5.      Kode etik guru
Kode etik guru dirumuskan sebagai hasil kongres PGRI XIII pada 21-25 November 1973 di Jakarta. Kode etik guru dapat diartikan sebagai aturan tata susila keguruan yang berkaitan dengan baik dan tidak baik menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti kesopanan, sopan santun dan keadaban.
Menurut  UU No. 8/1974 tentang pokok pokok Kepegawaian, Kode etik pegawai negeri sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam dan di luar dinas. Kode Etik Guru Indonesia menurut PGRI (1973) adalah landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru.
Tujuan kode etik profesi adalah untuk kepentingan anggota dan organisasi profesi itu sendiri, yaitu untuk:
1.      Menjujung tinggi martabat profesi.
2.      Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
3.      Meningkatkan pengabdian para anggota profesinya.
4.      Meningkatkan mutu profesi.
5.      Meningkatkan mutu organasasi profesi.
Kode etik ditetapkan oleh anggota profesi. Kode etik guru ditetapkan oleh anggota profesi guru yang tergabung dalam wadah PGRI. Kode etik ini dijadikan pedoman bertindak bagi seluruh anggota organisasi atau profesi tersebut. Sanksi terhadap pelanggaran kode etik diberlakukan bagi anggota dengan menggunakan sanksi organisasi profesi, misalnya dilarang mengajar, atau melakukan aktivitas di dunia pendidikan,  atau bahkan diberi tindakan pidana atau perdata jika secara lebih jauh melanggar undang-undang tertentu.

1.2.6.      Kode etik guru Indonesia
Kode etik guru Indonesia ditetapkan dalam kongres PGRI pada tahun 1973 pada Kongres ke XIII di Jakarta. Kemudian disempurnakan pada Kongres XVI tahun 1989 di Jakarta (Rochman Natawijaya, 1989:28). Adapun rumusan kode etik yang merupakan kerangka pedoman guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya itu sesuai dengan hasil Kongres PGRI XIII, yang terdiri dari sembilan item berikut ini:
1.      Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
Maksud dari rumusan ini, sesuai dengan roeping-nya, guru harus mengabdikan dirinya secara ikhlas untuk menuntun dan mengantarkan anak didik seutuhnya, baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental agar menjadi insan pembangunan yang menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan berbagai aktivitasnya dengan mendasarkan pada sila-sila dalam Pancasila. Guru harus membimbing anak didiknya kearah hidup yang selaras, serasi dan seimbang.
2.      Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
Berkaitan dengan item ini, maka guru harus mampu mendesain program pengajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setiap diri anak didik. Yang lebih penting lagi guru harus menerapkan kurikulum secara benar, sesuai dengan kebutuhan anak didik. Kurikulum dan program pengajaran untuk tingkat SD harus juga diterapkan di SD, kurikulum untuk tingkat perguruan tinggi harus juga diterapkan untuk perguruan tinggi dan begitu seterusnya. Bukan asal gampangnya saja, kurikulum dan program untuk SMP dapat digunakan di SD, di SMA dan bahkan digunakan untuk perguruan tinggi. Hal semacam ini berarti guru sudah melanggar kejujuran professional.
3.      Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
Dalam kaitan belajar-mengajar, guru perlu mengadakan komunikasi dan hubungan baik dengan anak didik. Hal ini terutama agar guru mendapat informasi secara lengkap mengenai diri anak didik. Dengan mengetahui keadaan dan karakteristik anak didik ini, maka akan sangat membantu bagi guru  dan siswa dalam upaya menciptakan proses belajar-mengajar yang optimal.
4.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah, maksudnya bagaimana guru itu dapat menciptakan kondisi-kondisi optimal, sehingga anak itu merasa belajar, harus belajar, perlu dididik dan perlu bimbingan.
5.      Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
Sesuai dengan tri pusat pendidikan, masyarakat ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan. Oleh karena itu, guru juga harus membina hubungan baik dengan masyarakat, agar dapat menjalankan tugasnya sebagai pelaksana proses belajar mengajar. Dalam hal ini mengandung dua dimensi penglihatan, yakni masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat yang lebih luas. Dilihat dari segi masyarakat di sekitar sekolah, bagi guru sangat penting untuk selalu memelihara hubungan baik, karena guru akan mendapat masukan, pengalaman serta memahami berbagai kejadian atau perkembangan masyarakat itu.
6.      Guru secara sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, guru harus selalu meningkatkan profesinya, baik dilaksanakan secara perseorangan ataupun secara bersama-sama. Hal ini sangat penting, karena baik buruknya layanan akan mempengaruhi citra guru di tengah-tengah masyarakat
7.      Guru menciptakan dan memelihara hubungan antar sesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam lingkungan keseluruhan.
Kerja sama dan pembinaan hubungan anatar guru di lingkungan tempat kerja, merupakan upaya yang sangat penting. Sebab dengan pembinaan kerja sama anatarguru disuatu lingkungan kerja akan dapat meningkatkan kelancaran mekanisme kerja, bahkan juga sebagi langkah-langkah peningkatan mutu profesi guru secara keseluruhan, termasuk guru-guru di luar lingkungan tempat kerja. Hal ini dapat memberi masukan dan menambah pengalaman masing-masing guru, karena mungkin perkembangan di suatu daerah berbeda dengan perkembangan daerah lain (studi komparasi).
8.      Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatakan mutu organisasi guru profesional sebagai saran pengabdiannya.
Salah satu ciri profesi adalah dimilikinya organisasi profesional. Begitu juga guru sebagai tenaga profesional kependidikan, juga memiliki organisasi profesional. Di Indonesia, wadah atau organisasi profesional itu adalah PGRI, atau juga ISPI. Untuk meningkatkan pelayanan dan sarana pengabdiannya, organisasi itu harus terus dipelihara, dibina bahkan ditingkatkan mutu dan kekompakan.
9.      Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru adalah bagian warga negara dan warga masyarakat yang merupakan aparat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud), atau aparat pemerintah di bidang pendidikan. Pemerintah departemen pendidikan dan kebudayaan sebagai pengelola bidang pendidikan sudah pasti memiliki ketentuan-ketentuan agar pelaksanaannya dapat terarah.

1.3.      Latar Belakang dan Ruang Lingkup Profesi Keguruan
1.3.1.      Sejarah perkembangan profesi keguruan
Nasution (Sucipto,Kosasi, dan Abimanyu, 1994) dengan jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia terutama pada zaman kolonial Belanda termasuk juga sejarah profesi keguruan. Pada awalnya orang yang diangkat menjadi guru belum pernah berpendidikan khusus profesi keguruan, dan secara perlahan-lahan tenaga guru ditambah dengan menggangkat lulusan dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo pada tahun 1852. Karena kebutuhan penambahan jumlah guru yang semakin mendesak, maka pemerintah Hindia Belanda mengangkat 5 macam guru, yaitu:
1.      Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
2.      Guru yang bukan sekolah guru tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
3.      Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu.
4.      Guru yang dimagangkan kepada guru senior, yang merupakan calon guru.
5.      Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.
Meskipun sekolah guru telah diadakan, namun kurikulum masih lebih mementingkan pengetahuan yang diajarkan disekolah, sedangkan materi ilmu mendidik dan psikologi belum dicantumkan secara khusus di dalamnya. Sejalan dengan pendirian sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatannya dari sekolah umum seperti Hollands Inlandese School (HIS), Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO), Hogere Burger School (HBS), dan Algemene Middlelbare School (AMS), secara berangsur-angsur didirikan pula lembaga pendidikan atau khusus kursus-kursus penyiapan guru; seperti Hogere Kweekschool (HKS) untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte (HA) untuk calon kepala sekolah. Keadaan demikian berlanjut sampai zaman pendudukan Jepang dan awal perang kemerdekaan. Secara perlahan namun pasti, pendidikan guru meningkatkan jenjang kualifikasi dan mutunya. Saat ini lembaga tunggal untuk pendidikan guru, yakni Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi dalam masyarakat, mempunyai wibawa yang disegani, dan dianggap sebagai orang yang serba mengetahui. Peranan guru ketika itu tidak hanya mendidik anak di sekolah namun ia juga mendidik masyarakat. Guru menjadi tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik masalah pribadi maupun masalah social yang lebih luas. Namun demikian status dan kewibawaan guru yang tinggi itu mulai memudar seiring dengan kemajuan zaman, perkembangan ilmu dan teknologi, kepedulian guru, serta besarnya imbalan atau jasa (Sanusi, dkk; 1991). Pada zaman sekarang ini guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya bagi warga masyarakat karena tingkat pendidikan masyarakat sebagian besar sudah lebih tinggi daripada pendidikan guru, dan jabatan guru dianggap kalah gengsi dari jabatan lain yang mempunyai penghasilan yang tinggi. Hal-hal tersebut antara lain yang menyebabkan kewibawaan dan status guru mulai memudar dan berkurang.
1.3.2.      Fungsi organisasi profesi guru
Sebagaimana telah disebutkan dalam salah satu criteria jabatan profesional, jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk menyatakan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Bagi guru-guru di negara kita wadah ini telah ada, yakni Persatuan Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa (Hermawan S.,1989). Salah satu tujuan dari PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni, 1986). Selanjutnya terdapat empat misi utama PGRI, yakni: a) misi politis/ideologis, b) misi persatuan/organisatoris, c) misi profesi, dan d) misi kesejahteraan. Kelihatannya dari praktek pelaksanaan keempat misi tersebut dua misi pertama yaitu misi politis/ideologis dan misi persatuan/organisasi lebih menonjol realisasinya dalam program-program PGRI. Ini dapat dibuktikan dengan telah adanya wakil-wakil PGRI dalam badan legeslatif seperti DPR dan MPR. Peranan yang lebih menonjol ini dapat kita pahami sesuai dengan tahap perkembangan dan pembangunan  bangsa dalam era orde baru ini.
Dalam pelaksanaan misi lainnya – misi kesejahteraan kelihatannya masih diperlukan peningkatan. Sementara pelaksanaan misi ketiga yaitu profesi, belum begitu tampak kiprahnya yang nyata dan belum terlembaga.
Dalam kaitannya dengan pengembangan profesinal guru, PGRI sampai saat ini masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam dalam merencanakan dan melakukan program-program penataran guru serte program peningkatan mutu mutu lainnya PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program atau kegiatan yang berkaitan dengan perbaikan cara mengajar, peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru, peningkatan kualifikasi guru, atau melakukan penelitian ilmiah tentang masalah-masalah profesional yang dihadapi para guru saat ini.
Kebanyakan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu profesi biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan peringatan ulang tahun atau kongres, baik di pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu, peranan organisasi ini dalam peningkatan mutu profesional keguruan beelum begitu menonjol.
1.3.3.      Jenis-jenis organisaasi profesi guru
Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (sejenis) MGMP yang didirikan atas anjuran-anjuran pejabat Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesonalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan jadwal yang cukup baik. Sayangnya belum ada keterkaitan dan hubungan formal antara kelompok guru-guru dalam MGMP ini dengan PGRI.
Selain PGRI, ada lagi organisasi profesional resmi di bidang pendidikan yang harus kita ketahui yaitu Ikatan Sarjana Pendidikan (ISPI), yang saat ini telah mempunyai divisi-divisi antara lain: Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN), Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI), dan lain-lain. Hubungan formal antara organisasi-organisasi ini dengan PGRI masih belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan kerja sama yang saling menunjang dan menguntungkan dalam peningkatan mutu anggotanya. Sebagian anggota PGRI yang sarjana mungkin juga sudah menjadi anggota salah satu divisi dari ISPI, tetapi tidak banyak anggota ISPI staf pengajar di LPTK yang juga menjadi anggota PGRI.
1.3.4.      Ruang lingkup profesi keguruan
Peranan profesi guru dalam keseluruhan program pendidikan disekolah diwujudkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berupa perkembangan siswa secara optimal. Untuk maksud tersebut, maka peranan professional itu mencangkup tiga bidang layanan, yaitu layanan intruksional, layanan administrasi, dann layanan bantuan akademik social pribadi.
Pertama, penyelenggaraan proses belajar mengajar, yang menempati porsi terbesar Dari profesi keguruan.
Kedua, tugas yang berhubungan dengan membantu murid dalam mengatasi masalah belajar pada khususnya dan masalah-masalah pribadi yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan belarnya.
Ketiga, disamping kedua hal tersebut, guru harus memahami bagaimana sekolah itu dikelolah, apa peranan guru didalamnya, bagaimana memanfaatkan prosedur serta mekanisme pengelolaan tersebut untuk kelancaran tugas-tugasnya sebagai guru.
Secara kontekstual dan umum, ruang lingkup kerja guru itu mencangkup aspek-aspek :
1.      Kemampuan profesional mencangkup :
a.       Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya
b.      Penguasaan dan penghayatan atas wawasan dan landasan kependidikan dan keguruan.
c.       Penguasaan proses-proses pendidikan, keguruan, dan pembelajaran.
2.      Kemampuan social mencangkup kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
3.      Kemampuan personal (pribadi) mencakup :
a.       Penampilan sikap yang positif terhdap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsure-unsurnya.
b.      Pemahaman penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya di anut oleh seorang guru.
Seorang menampilkan unjuk kerja yang professional apabila dia mampu menampilkan keandalannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Keandalan kerja itu dapat di lihat dari berbagai segi berikut ini:
a.       Mengetahui, memahami dan menerapkan apa yang harus di kerjakan  sebagai guru.
b.      Memahami mengapa dia harus melakukan pekerjaan itu.
c.       Memahami serta menghormati batas-batas kemampuan dan kewenangan profesinya dan menghormati profesi lain.
d.      Mewujudkan pemahaman dan penghayatannya itu dalam perbuatan mendidik, mengejar dan melatih.
Ruang lingkup profesi guru dapat pula di bagi ke dalam dua gugus, yaitu: gugus pengetahuan dan penguasaan teknik dasar professional dan gugus kemampuan profesional (Soedijarto, 1982).
1.      Gugus pengetahuan dan penguasaan teknik dasar professional dan mencakup hal-hal berikut:
a.       Pengetahuan tentang disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan studi (structure, concept,and way of knowing).
b.      Penguasaan bidang studi sebagai objek belajar.
c.       Pengetahuan tentang  karakteristik/perkembangan belajar.
d.      Pengetahuan tentang berbagai model teori belajar(umum maupun khusus).
e.       Pengetahuan dan penguasaan berbagai prosese belajar(umum dan khusus)
f.       Pengetahuan tentang karakteristik dan kondisi social, ekonomi, budaya, politi sebagai latar belakang dan konteks berlangsungnya proses belajar.
g.      Pengetahuan tentang proses sosialisasi dan kulturalisasi.
h.      Pengetahuan dan penghayatan pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
i.        Pengetahuan dan penguasaan berbagai media sumber belajar.
j.        Pengetahuan tentang berbagai jenis informasi kependidikan dan manfaatnya.
k.      Penguasaan teknik mengamati proses belajar mengajar.
l.        Penguasaan berbagai metode belajar.
m.    Peguasaan tekhnik meyusun instrument penilaian kemajuan belajar.
n.      Penguasaan teknik perencanaan dan pengembangan program belajar mengajar.
o.      Pengetahuan tentang dinamika hubungan interaksi antara manusia, terutama dalam proses belajar mengajar.
p.      Pengetahuan tentang system pendidikan sebagai bagian terpadu dari system social Negara bangsa.
q.      Penguasaan teknik memperoleh informasi yang diperlukan untuk kepentingan proses pengambilan keputusan.

2.      Gugus kemampuan profesional, mencakup :
a.       Merencanakan programbelajar mengajar
1)      Merumuskan tujuan-tujuan instruksional
2)      Menguraikan deskripsi  satuan bahasan
3)      Merancang kegiatan belajar mengajar
4)      Memilih media dan sumber mengajar
5)      Menyusun instrument informasi
b.      Melaksanakan dan memimpin proses belajar mnengajar.
1)      Memimpin dan membimbing proses belajar mengajar.
2)      Mengatur dan mengubah suasana belajar mengajar.
3)      Menetapkan dan mengubah urutan kegiatan belajar.
c.       Menilai kemajuan belajar.
1)      Memberikan skor atas hasil evaluasi
2)      Menstransformasikan skor menjadi nilai.
3)      Menetapkan rengking.
d.      Menafsirkan dan memanfaatkan berbagai informasi hasil penilaian dan penelitian untuk memcahkan masalah professional kependidikan.
Profil kemampuan dasar guru yang harus dimiliki sebagai seorang professional yaitu sebagai berikut.
1.      Menguasai bahan
a.        Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah.
b.      Menguasai bahan pendalaman bidang studi.
2.      Mengelola program belajar mengajar.
a.       Merumuskan tujuan instruksional
b.      Mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar.
c.       Memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat.
d.      Melaksanakan program belajar mengajar.
e.       Mengenal kemampuan anak didik.
f.       Merencanakan dan melaksanaakan pengajaran remedial.
3.      Mengelola kelas
a.       Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran .
b.      Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi.
c.       Menciptakan disiplin kelas.
4.      Menguanakan media atau sumber
a.       Mengenal, memilih dan mengunakan media.
b.      Membuat alat-alat bantu pelajaran  sederhana.
c.       Mengunakan dan mengelola laboraturium dalam rangka proses belajr mengajar
d.      Mengembangkan laboratorium.
e.       Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar
f.       Menggunakan micro teeching unut dalam program pengalaman lapangan.
5.      Menguasai landasan-landasan kependidikan
6.      Mengelola interaksi belajar mengajar
7.      Menilai prestasi siswa untuk kependidikan pengajaran
8.      Melaksanakan program pelayanan bimbingan dan konseling
a.       Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan konseling
b.      Menyelenggarakan program pe layanan bimbingan dan konseling di sekolah
9.      Menyelenggarakan administrasi sekolah
10.  Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.