OLEH
KELOMPOK : I
KELAS : III B
NAMA : 1. ASWAR ANAS
2. ARIF
SUHARYONO
3. ASRI DEWI
4. FITRIANI
T.
5. RENI
SUHARTINI
6. SYAHRIANI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2013/2014
BAB I
PROFESI KEGURUAN DALAM MENGEMBANGKAN SISWA
1.1. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pekerjaan Profesi
Dalam
kehidupan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau professional.
Seseorang mengatakan bahwa profesinya sebagai seorang dokter, yang lain
mengatakan bahwa profesinya sebagai arsitek, atau ada pula sebagai pengacara,
guru, ada juga mengatakan profesinya pedagang, penyanyi, petinju, penari,
tukang koran, dan sebagainya. Para staf dan karyawan instansi militer dan
pemerintahan juga tidak henti-hentinya menyatakan akan meningkatkan
keprofesionalannya. Ini berate bahwa jabatan mereka adalah suatu profesi juga.
Kalau
diamati dengan cermat bermacam-macam profesi yang disebutkan diatas, belum
dapat diliat dengan jelas apa yang merupakan kriteria bagi suatu pekerjaan
sehingga dapat disebut suatu profesi. Kelihatannya, kriterianya dapat bergerak
dari segi pendidikan formal yang diperukan bagi seseorang untuk mendapatkan
suatu profesi, sampai pada kemampuan yang dituntut seseorang dalam melakukan
tugasnya. Dokter dan arsitek harus melalui pendidikan tinggi yang yang cukup
lama, dan menjalankan pelatihan berupa pemagangan yang juga memakan waktu yang
tidak sedikit sebelum mereka diizinkan memangku jabatannya setelah memangku
jabatanya, mereka juga dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan mereka dengan tujuan meningkatan kualitas layanannya kepada
khalayak.
Sementara
itu untuk menjadi pedagang atau petinju mungkin tidak diperlukan pendidikan
tinggi, malah pendidikan khusus sebelum memangku jabatan itupun tidak perlu,
meskipun latihan, baik sebelum ataupun setelah menggauli jabatan itu tentu saja
sangat diperlukan. Oleh karena itu, agar tidak menimbukan kerancauan daam
pembcaraan selanjutnya kita harus memperluas pengertian profesi itu.
1.1.1. Pengertian profesi
Secara etimilogis, istilah profesi berasal
dari Bahasa Inggris yaitu profession atau
Bahasa Latin, profecus, yang artinya mengakui,adanya pengakuan,
menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara
terminologi profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan
tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental yaitu adanya
persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan
praktis, bukan pekerjaan manual (Danin 2002). Jadi profesi harus memiliki 3
pilar pokok yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapa akademik. Maka, profesi
adalah suatu jabata atau pekerjaan yang menuntut keahlian (exspertise) dari
para anggotanya.
Pada sisi lain
profesi mempunyai pengertian seorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan
keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur berdasarkan intelektual. Hal demikian
dapat dibaca pula pendapat Volmer dan Mills (1966), Mc Cully (1969), dan Diana
W. Kommer (dalam sagala, 2000:195-196), mereka sama-sama mengartikan profesi
sebagai spesialisasi dari jabatan intelektualyang diperoleh melalui study dan
training, bertujuan menciptakan keterampilan, pekerjaan yang bernilai tinggi,
sehingga keterampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi oleh orang lain,
dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat imbalan berupa bayaran,
upah, dan gaji (payment).
Adapun istilah-istilah yang sering
digunakan dan berkaitan dengan profesi, yaitu profesional, profesionalitas, profesionalisme,
profesionalisasi. Kata professional menunjuk pada 2 hal, pertama yaitu orang
yang memangku suatu profesi melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab;
dan kedua, seseorang melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya. Sedangkan
profesionalitas mengacu pada sikap anggota profesi pada profesinya serta
derajat pengetahuan dan keahlian yang dimilikidalam rangka melakukan pekerjaannya.
Profesionalisme berarti bersifat
profesional, komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang
digunakannya dalam melakukan pekerjaannya sesuai profesinya. Namun,
profesionalisasi mengacu pada proses peningkatan kemampuan para anggota profesi
dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai suatu profesi.
1.1.2. Ciri-ciri profesi
Dari defenisi di atas, maka dapat diangkat
beberapa criteria untuk menentukan cirri-ciri suatu profesi yaitu sebagai
berikut :
1. Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas.
2. Ada lembaga pendidikan khusus yang mengahasilkan pelakunya dengan
program dan jenjang pendidikan yang bakuserta memiliki standar akademik yang
memadai dan yang bertanggung jawab tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang
melandasi profesi itu.
3. Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan
dan memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraannya.
4. Ada etika dank ode etik yang mengatur perilaku etik para pelakunya dalam
memperlakukan kliennya.
5. Ada sisstem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku.
6. Ada pengakuan masyarakat (professional, penguasa, dan awam) terhadap
pekerjaan itu sebagai suatu profesi.
Omstein dan Levine berpendapat lain tentang
cirri-ciri profesi adalah sebagai berikut:
- Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat.
- Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai.
- Menggunakan hasil penelitin dan aplikasi dari teori ke praktik.
- Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
- Terkendali berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan yang masuk.
- Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
- Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang gerhubungan denan layanan yang diberikan
- Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien
- Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dari supervisi dalam jabatan
- Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri
- Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya
- Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan
Menurut Sanusi, et.al dalam Sujipto (1994:17)
bahwa ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut :
1.
Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan
signifikansi sosoial yang menentukan (crusial).
2.
Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian
tertentu.
3.
Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu
didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4.
Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh
disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit yang bukan hanya sekedar
pendapat khalayak umum.
5.
Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat
perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
6.
Proses pendidikan untuk jabatan itu juga
aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
7.
Dalam memberikan layanan kepada masyarakat
anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang timbul yang dikontrol
oleh organisasi profesi.
8.
Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam
memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
9.
Dalam prakteknya melayani masyarakat anggota
profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang lain.
10. Jabatan ini
mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh
imbalan yang tinggi pula.
Menurut D. Westby Gibson (1965)
dalam Suharsini Arikuto, ciri-ciri khusus yang sebenarnya dimaksud sebuah
profesi. Ia menjelaskan ada empat ciri yang melekat pada profesi, yaitu:
1. pengakuan
oleh masyarakat terhadap layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh
kelompok pekerja dikategorikan sebagai suatu profesi.
2. Dimilikinya
sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang
unik.
3. Diperlukannya
persiapan yang sengaja dan sistematik sebelum orang mampu melaksanakan suatu
pekerjaan profesional.
4. Dimilikinya
suatu mekanisme untuk menyaring sehingga hanya mereka yang dianggap kompeten
yang diperbolehkan bekerja untuk lapangan pekerjaan tersebut
5. Dimilikinya
organisasi profesional yang disamping melindungi kepentingan anggotanya dari
saingan kelompok luar, juga berfungsi tidak saja menjaga, akan tetapi sekaligus
selalu berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, termasuk
tindak-tindak etis profesional kepada anggotanya.
1.1.3. Mengapa pekerjaan harus profesional dan bagaimana caranya
Sekarang ini masyarakat menginginkan semua
pelayanan yang diberikannya adalah yang terbaik. Misalnya setiap orang tua
menginginkan anaknya bersekolah di sekolah yang gurunya profesional, setiap
orang menginginkan menyumpan uang di bank yang pelayananya profesional, dan
sebagainya. Tuntutan-tuntutan masyarakat itulah yang membuat setiap profesi
untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Jika setiap anggota profesi
dapat melakukan pekerjaan dengan profesional, maka dengan sendiri dia akan
membangun profesinya sehingga semua ciri-ciri profesi yang diuraikan dia atas
dapat tercapai.
Pertanyaan selanjutnya, bagaiman seorang
anggota profesi melakukan pekerjaannya dengan profesional? Setiap anggota
profesi baik secara sendiri-sendiri atau dengan cara bersama melalui wadah
organisasi profesi dapat belajar. Belajar yang dimaksud, yaitu belajar untuk
mendalami pekerjaan yang sedang disandangnya dan belajar dari masyarakat apa
yang menjadi kebutuhan mereka saat ini dan saat yang akan datang. Jadi seorang
profesional harus senntiasa mengembangkan profesinya melalui pendidikan
prajabatan dan pendidikan dalam jabatan, sehinggai pelyanan kepada pemakai
(klien) akan semakin meningkat.
1.2. Pengertian dan Ciri-ciri Profesi Keguruan
1.2.1. Pengertian profesi guru
Guru adalah
sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau jabatan
yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi tidak bisa
di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu.
Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational), yang kemudian
berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga hal: keahlian, komitmen, dan
keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di tengahnya
terletak profesionalisme.
Senada dengan itu, secara implisit, dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga profesional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi
kependidikan dan/atau keguruan dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh
(emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang
telah dicapai oleh profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran,
hukum, notaris, farmakologi, dan arsitektur. Selama ini, di Indonesia, seorang
sarjana pendidikan atau sarjana lainnya yang bertugas di institusi pendidikan
dapat mengajar mata pelajaran apa saja, sesuai kebutuhan/ kekosongan/
kekurangan guru mata pelajaran di sekolah itu, cukup dengan “surat tugas” dari
kepala sekolah.
Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang
sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan
semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena
jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya
menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan
tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989).
Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak
perlu ditawar-tawar lagi karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus
memiliki berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional, personal dan
sosial.
Jabatan guru dilator belakangi oleh
adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga
pendidikan yang menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang
profesional. Pada masa sekarang ini LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang
menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan penuh, namun
kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan penghasilan guru, pengakuan
profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan lembaga pendidikan yang
menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar.
Organisasi profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan
untuk meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi
satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian berkembang pula
organisasi guru sejenis (MGMP).
Menurut Amitai Etzioni (1969:89) guru
adalah jabatan semiprofessional karena:
“…the training (of teachers) is shorter,
their status less legitimated (low or moderate) their right to privileged
communication less estabilished; there is less of a specialized knowledge, and
they have less autonomy from supervision or societal control than than the
profesionsions’…”
Guru harus diliat sebagai profesi yang baru
muncul, dank arena itu mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan
semiprofessional, bahkan mendekati jabatan profesi penuh. Pada saat sekarang,
seperti telah dijelaskan juga didepan, sebagian orang menyatakan guru sebagai
suatu profesi dan sebagian lagi tidak mengakuinya. Oleh karena itu, dapat
dikatakan jabatan guru sebagian, tetapi buka seluruhnya adalah jabatan
profesional, namun sedang bergerak ke arah itu. Kita di Indonesia dapat
merasakan jalan ke arah itu mulai ditapaki, misalnya dengan adanya peraturan
dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahwa yang boleh menjadi guru hanya yang
mempunyai akta mengajar yang dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK). Selain itu juga guru diberi penghargaan oleh pemerintah
melalui keputusan Menpan No. 26 tahun 1989, dengan memberikan tunjangan
fungsional sebagai pengajar dan dengan kemungkinan kenaikan pangkat yang
terbuka.
1.2.2. Perlunya profesionalisasi dalam pendidikan
Bersedia atau tidak, setiap anggota profesi
harus meningkatkan kemampuannya, demikian pula dengan guru, harus pula
meningkatkan kemampuannya untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada
masyarakat.
Lebih khusus lagi Sanusi et. al. (1991:23)
mengajukan 6 asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan
(dan bukan dilakukan secara asal saja), yakni sebagai berikut:
1. Sejak pendidikan adalah manusia yang memiliki kemampuan, pengetahuan,
emosi, perasaan dan dapat dikembangkan sesuai dengan potensinya; sementara itu
pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat
manusia.
2. Pendidikan dilakukan secara internasional, yakni secara sadar bertujuan,
maka pendidikan menjadi normatif yang diikat oleh norma-norma dan nilai –nilai
yang baik secara universal, nasional, maupun lokal,
yang merupakan acuan para pendidik, peserta didik dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam
menjawab permasalahan pendidikan.
4. Pendidikan
bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi
yang baik untuk berkembang.
5. Inti
pendidikan terjadi dalam prosesnya, yaitu situasi dimana terjadi dialog antara
peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah
yang di kehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung
tinggi masyarakat.
6. Sering
terjadi dilemma antara tujuan utama pendidikan yakni menjadi manusia sebagai
manusia yang baik (dimensi intrinsic) dengan misi instrumental yakni yang
merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.
1.2.3. Syarat-syarat
profesi guru
Dari pelajaran di atas, dapat dikemukakan bahwa guru
dianggap sebagai suatu profesi bila mana ia memiliki pernyataan dasar,
keterampilan teknik serta didukung oleh sikap kepribadian yang mantap. Dengan
demikian, berarti guru yang profesional harus memiliki kompetensi berikut ini:
1. Kompetensi Paedagogik, adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. (Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir a). Artinya guru harus
mampu mengelola kegiatan pembelajaran, mulai dari merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Guru harus menguasi manajemen
kurikulum, mulai dari merencanakan perangkat kurikulum, melaksanakan kurikulum,
dan mengevaluasi kurikulum, serta memiliki pemahaman tentang psikologi
pendidikan, terutama terhadap kebutuhan dan perkembangan peserta didik agar
kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan berhasil guna.
2. Kompetensi Personal, adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia. (SNP, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir b). Artinya guru
memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber inspirasi
bagi siswa. Dengan kata lain, guru harus memiliki kepribadian yang patut
diteladani, sehingga mampu melaksanakan tri-pusat yang dikemukakan oleh Ki
Hajar Dewantoro, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri
Handayani. (di depan guru member teladan/contoh, di tengah memberikan karsa,
dan di belakang memberikan dorongan/motivasi).
3. Kompetensi Profesional, adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta
didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional
Pendidikan (SNP, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir c). Artinya guru harus memiliki
pengetahuan yang luas berkenaan dengan bidang studi atau subjek matter yang
akan diajarkan serta penguasaan didaktik metodik dalam arti memiliki
pengetahuan konsep teoretis, mampu memilih model, strategi, dan metode yang
tepat serta mampu menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran. Guru pun harus
memiliki pengetahuan luas tentang kurikulum, dan landasan kependidikan.
4. Kompetensi Sosial, adalah kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesame pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar. (SNP, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d). Artinya ia
menunjukkan kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun
dengan sesama teman guru, dengan kepala sekolah bahkan dengan masyarakat luas.
Apabila
guru telah memiliki keempat kompetensi tersebut di atas, maka guru tersebut
telah memiliki hak professional karena ia telah jelas memenuhi syarat-syarat
berikut:
1.
Mendapat
pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang keguruan yang menjadi
tanggung jawabnya.
2.
kebebasan
untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas tanggung
jawabnya dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.
3.
Menikmati
teknis kepemimpinan dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam
rangka menjalankan tugas sehari-hari.
4.
Menerima
perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan prestasi yang
inovatif dalam bidang pengabdiannya.
5.
Menghayati
kebebasan mengembangkan kompetensi profesionalnya secara individual maupun
secara institusional.
Dalam usaha membangun manusia Indonesia seutuhnya, guru merupakan
ujung tombak atau pelaksana yang terdepan. Bila diumpamakan bidang kedoktera,
teknik, politik, ekonomi, pertanian, industri, dan lain-lain adalah untuk
kepentingan manusia, maka guru bertugas untuk membangun manusianya itu sendiri.
Hal ini tentu memerlukan persyaratan khusus untuk dapat melaksanakan tugas
tersebut di atas, yaitu guru sebagai suatu profesi, sebagai perpaduan antara
panggilan, ilmu, teknologi, dan seni, yang bertumpu pada landasan pengabdian
dan sikap kepribadian yang mulia.
Pada hakikatnya tugas guru tidak saja seharusnya diperlukan sebagai
suatu tugas yang professional, tetapi adalah wajar bilamana melihatnya sebagai
suatu profesi utama, karena mengajar antara lain berarti turut menyiapkan
subjek didik ke arah berbagai jenis profesi. Dikaitkan dengan angkatan kerja,
maka implikasinya ialah guru merupakan angkatan kerja utama, oleh karena guru
merupakan tenaga yang turut menyiapkan tenaga pembangunan lainnya.
Berkenaan dengan uraian di atas, maka dapat ditarik benang merahnya
bahwa di atas pundak gurulah terdapat beban yang berat dan semakin menantang,
karena memang tugas guru adalah sedemikian kompleks dan akan semakin kompleks
dengan majunya masyarakat serta berkembangnya IPTEK, maka sudah sewajarnya
apabila kepada setiap guru diberikan jaminan sepenuhnya agar ia menghayati
haknya sebagai seorang guru professional. Kepada para guru, sudah saatnya untuk
meningkatkan kemampuannya, sejalan dengan semakin meningkatnya penghargaan
masyarakat terhadap profesi guru. Terutama setelah adanya sertifikasi guru,
baik melalui penilaian portofolio maupun jalur pendidikan profesi guru.
1.2.4. Ciri-ciri
Profesinal Keguruan
Ciri-ciri profesionalisasi
jabatan guru akan mulai nampak, seperti yang dikemukakan oleh Robert W. Richey
(1974) sebagai berikut:
1.
Para guru akan bekerja hanya semata-mata
memberikan pelayanan kemanusiaan kepada masyarakat dari pada usaha untuk
kepentingan pribadi.
2.
Para guru secara hukum dituntut untuk memenuhi
berbagai persyaratan untuk mendapatkan izin/hak mengajar serta persyaratan yang
ketat untuk menjadi anggota organisasi guru.
3.
Para guru dituntut memiliki pemahaman serta
keterampilan yang tinggi dalam hal bahan pelajaran, metode mengajar, anak
didik, dan landasan kependidikan.
4.
Para guru dalam organisasi profesional,
memiliki publikasi profesional yang dapat melayani para guru, sehingga tidak
ketinggalan jaman, bahkan selalu mengikuti perkembangan yang terjadi.
5.
Para guru diakui sepenuhmya sebagai karir
hidup (a life career)
6.
Para guru memiliki nilai dan etika yang
berfungsi secara nasional maupun secara lokal.
7.
Para guru diusahakan untuk selalu mengikuti
kursus-kursus, workshop, seminar, konvensi serta terlihat secara luas dalam
berbagai kegiatan in service.
Khusus untuk jabatan
guru ini sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun ciri-cirinya. Misalnya
National Education Assocation (NEA) (1949) menyarankan cirri-ciri
sebagai berikut:
1. Jabatan yang Melibatkan Kegiatan Intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena
mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan
intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan
anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional
lainnya. Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala
profesi (Stinnett dan Huggett, 1963).
2.
Jabatan
yang menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan
anggota mcreka dari orang awam, dan memungkinkan. Mereka mengadakan gawasan
tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasi bidang iimu yang
membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan,
amatiran yang tidak terdidik dan kelompok tertentu yang ingin mencari
keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka
praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang
melatari pendidikan (education) atau keguruan (tleaching) (Ornstein and Levine,
1984).
3.
Jabatan
yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama
Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini. yang
membedakan jabatan profesional dengan non-profesional antara lain adalah dalam
penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur
universitas/institut atau melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau
campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui
perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua,
yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran
pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang non-profesional (Ornstem
dan Levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di Indonesia.
4.
Jabatan
yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai (jabatan
profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan bcrbagai kegiatan latihan
profesional, baik yang mendapatkan prnghargaan kredit maupun tanpa kredit.
Malahan pada saat sekarang bermacam-macam pendidikan profesional tambahan
diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah
ditetapkan. Dilihat dari kacamata ini, jelas kriteria ke empat ini dapat
Jipenuhi bagi jabatan guru di negara kita.
5.
Jabatan
yang Menjanjikan Karier Hidup dan Keanggotaan yang Permanen
Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier
permanen merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah
jabatan profesional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua
tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang
lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Untunglah di
Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain,
walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai
pendapatan yang tinggi. Alasannya mungkin karena lapangan kerja dan sistem
pindah jabatan yang agak sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh
jabatan guru di Indonesia.
6.
Jabatan
yang Menentukan Bakunya Sendiri
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk
jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri, terutama
di negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak
pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti
yayasan pendidikan swasta. Sementara kebanyakan jabatan mempunyai patokan dan
persyaratan yang seragam untuk meyakinkan kemampuan minimum yang diharuskan,
tidak demikian halnya dengan jabatan guru. Dari pengalaman beberapa tahun
terakhir penerimaan calon mahasiswa LPTK didapat kesan yang sangat kuat bahwa
skor nilai calon mahasiswa yang masuk ke lembaga pendidikan guru jauh lebih
rendah dibandingkan dengan skor calon yang masuk ke bidang lainnya.
7.
Jabatan
yang Mementingkan Layanan di Atas Keuntungan Pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang
tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam
mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa depan.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin
rapat
Semua profesi yang dikenal mempunyai
organisasi profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan
melindungi anggotanya.
1.2.5. Kode etik guru
Kode etik guru dirumuskan sebagai hasil kongres PGRI XIII
pada 21-25 November 1973 di Jakarta. Kode etik guru dapat diartikan sebagai aturan tata susila
keguruan yang berkaitan dengan baik dan tidak baik menurut ketentuan-ketentuan
yang berlaku seperti kesopanan, sopan santun dan keadaban.
Menurut UU No. 8/1974 tentang pokok pokok
Kepegawaian, Kode etik pegawai negeri sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku,
dan perbuatan di dalam dan di luar dinas. Kode Etik Guru Indonesia menurut PGRI
(1973) adalah landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam
melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru.
Tujuan kode etik
profesi adalah untuk kepentingan anggota dan organisasi profesi itu sendiri,
yaitu untuk:
1. Menjujung tinggi
martabat profesi.
2. Menjaga dan memelihara kesejahteraan
para anggotanya.
3. Meningkatkan pengabdian
para anggota profesinya.
4. Meningkatkan mutu
profesi.
5. Meningkatkan mutu
organasasi profesi.
Kode etik ditetapkan
oleh anggota profesi. Kode etik guru ditetapkan oleh anggota profesi guru yang
tergabung dalam wadah PGRI. Kode etik ini dijadikan pedoman bertindak bagi
seluruh anggota organisasi atau profesi tersebut. Sanksi terhadap pelanggaran
kode etik diberlakukan bagi anggota dengan menggunakan sanksi organisasi
profesi, misalnya dilarang mengajar, atau melakukan aktivitas di dunia
pendidikan, atau bahkan diberi tindakan
pidana atau perdata jika secara lebih jauh melanggar undang-undang tertentu.
1.2.6. Kode etik guru
Indonesia
Kode etik guru
Indonesia ditetapkan dalam kongres PGRI pada tahun 1973 pada Kongres ke XIII di
Jakarta. Kemudian disempurnakan pada Kongres XVI tahun 1989 di Jakarta (Rochman
Natawijaya, 1989:28). Adapun
rumusan kode etik yang merupakan kerangka pedoman guru dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya itu sesuai dengan hasil Kongres PGRI XIII, yang terdiri
dari sembilan item berikut ini:
1.
Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk
membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
Maksud dari rumusan ini, sesuai
dengan roeping-nya, guru harus mengabdikan dirinya secara ikhlas untuk menuntun
dan mengantarkan anak didik seutuhnya, baik jasmani maupun rohani, baik fisik
maupun mental agar menjadi insan pembangunan yang menghayati dan mengamalkan
serta melaksanakan berbagai aktivitasnya dengan mendasarkan pada sila-sila dalam
Pancasila. Guru harus membimbing anak didiknya kearah hidup yang selaras,
serasi dan seimbang.
2.
Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
Berkaitan dengan item ini, maka guru
harus mampu mendesain program pengajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
setiap diri anak didik. Yang lebih penting lagi guru harus menerapkan kurikulum
secara benar, sesuai dengan kebutuhan anak didik. Kurikulum dan program
pengajaran untuk tingkat SD harus juga diterapkan di SD, kurikulum untuk
tingkat perguruan tinggi harus juga diterapkan untuk perguruan tinggi dan
begitu seterusnya. Bukan asal gampangnya saja, kurikulum dan program untuk SMP
dapat digunakan di SD, di SMA dan bahkan digunakan untuk perguruan tinggi. Hal
semacam ini berarti guru sudah melanggar kejujuran professional.
3.
Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh
informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk
penyalahgunaan.
Dalam kaitan belajar-mengajar, guru
perlu mengadakan komunikasi dan hubungan baik dengan anak didik. Hal ini
terutama agar guru mendapat informasi secara lengkap mengenai diri anak didik.
Dengan mengetahui keadaan dan karakteristik anak didik ini, maka akan sangat
membantu bagi guru dan siswa dalam upaya menciptakan proses
belajar-mengajar yang optimal.
4.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara
hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
Guru menciptakan suasana kehidupan
sekolah, maksudnya bagaimana guru itu dapat menciptakan kondisi-kondisi
optimal, sehingga anak itu merasa belajar, harus belajar, perlu dididik dan
perlu bimbingan.
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat sekitar
sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
Sesuai dengan tri pusat pendidikan,
masyarakat ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan. Oleh karena itu,
guru juga harus membina hubungan baik dengan masyarakat, agar dapat menjalankan
tugasnya sebagai pelaksana proses belajar mengajar. Dalam hal ini mengandung
dua dimensi penglihatan, yakni masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat
yang lebih luas. Dilihat dari segi masyarakat di sekitar sekolah, bagi guru
sangat penting untuk selalu memelihara hubungan baik, karena guru akan mendapat
masukan, pengalaman serta memahami berbagai kejadian atau perkembangan
masyarakat itu.
6.
Guru secara sendiri dan atau bersama-sama berusaha
mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, guru harus selalu meningkatkan profesinya, baik dilaksanakan
secara perseorangan ataupun secara bersama-sama. Hal ini sangat penting, karena
baik buruknya layanan akan mempengaruhi citra guru di tengah-tengah masyarakat
7.
Guru menciptakan dan memelihara hubungan antar sesama guru
baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam lingkungan keseluruhan.
Kerja sama dan pembinaan hubungan
anatar guru di lingkungan tempat kerja, merupakan upaya yang sangat penting.
Sebab dengan pembinaan kerja sama anatarguru disuatu lingkungan kerja akan
dapat meningkatkan kelancaran mekanisme kerja, bahkan juga sebagi
langkah-langkah peningkatan mutu profesi guru secara keseluruhan, termasuk
guru-guru di luar lingkungan tempat kerja. Hal ini dapat memberi masukan dan
menambah pengalaman masing-masing guru, karena mungkin perkembangan di suatu
daerah berbeda dengan perkembangan daerah lain (studi komparasi).
8.
Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan
meningkatakan mutu organisasi guru profesional sebagai saran pengabdiannya.
Salah satu ciri profesi adalah
dimilikinya organisasi profesional. Begitu juga guru sebagai tenaga profesional
kependidikan, juga memiliki organisasi profesional. Di Indonesia, wadah atau
organisasi profesional itu adalah PGRI, atau juga ISPI. Untuk meningkatkan
pelayanan dan sarana pengabdiannya, organisasi itu harus terus dipelihara,
dibina bahkan ditingkatkan mutu dan kekompakan.
9.
Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru adalah bagian warga negara dan
warga masyarakat yang merupakan aparat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(Depdikbud), atau aparat pemerintah di bidang pendidikan. Pemerintah departemen
pendidikan dan kebudayaan sebagai pengelola bidang pendidikan sudah pasti
memiliki ketentuan-ketentuan agar pelaksanaannya dapat terarah.
1.3.
Latar
Belakang dan Ruang Lingkup Profesi Keguruan
1.3.1.
Sejarah
perkembangan profesi keguruan
Nasution (Sucipto,Kosasi, dan
Abimanyu, 1994) dengan jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia
terutama pada zaman kolonial Belanda termasuk juga sejarah profesi keguruan.
Pada awalnya orang yang diangkat menjadi guru belum pernah berpendidikan khusus
profesi keguruan, dan secara perlahan-lahan tenaga guru ditambah dengan
menggangkat lulusan dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali
didirikan di Solo pada tahun 1852. Karena kebutuhan penambahan jumlah guru yang
semakin mendesak, maka pemerintah Hindia Belanda mengangkat 5 macam guru,
yaitu:
1.
Guru lulusan
sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
2.
Guru yang
bukan sekolah guru tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
3.
Guru bantu,
yakni yang lulus ujian guru bantu.
4.
Guru yang
dimagangkan kepada guru senior, yang merupakan calon guru.
5.
Guru yang
diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah
mengecap pendidikan.
Meskipun sekolah guru telah diadakan, namun kurikulum
masih lebih mementingkan pengetahuan yang diajarkan disekolah, sedangkan materi
ilmu mendidik dan psikologi belum dicantumkan secara khusus di dalamnya.
Sejalan dengan pendirian sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatannya dari
sekolah umum seperti Hollands Inlandese School (HIS), Meer Uitgebreid
Lagere Onderwijs (MULO), Hogere Burger School (HBS), dan Algemene
Middlelbare School (AMS), secara berangsur-angsur didirikan pula lembaga
pendidikan atau khusus kursus-kursus penyiapan guru; seperti Hogere
Kweekschool (HKS) untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte (HA) untuk
calon kepala sekolah. Keadaan demikian berlanjut sampai zaman pendudukan Jepang
dan awal perang kemerdekaan. Secara perlahan namun pasti, pendidikan guru
meningkatkan jenjang kualifikasi dan mutunya. Saat ini lembaga tunggal untuk
pendidikan guru, yakni Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia, guru
pernah mempunyai status yang sangat tinggi dalam masyarakat, mempunyai wibawa
yang disegani, dan dianggap sebagai orang yang serba mengetahui. Peranan guru
ketika itu tidak hanya mendidik anak di sekolah namun ia juga mendidik
masyarakat. Guru menjadi tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik masalah
pribadi maupun masalah social yang lebih luas. Namun demikian status dan
kewibawaan guru yang tinggi itu mulai memudar seiring dengan kemajuan zaman,
perkembangan ilmu dan teknologi, kepedulian guru, serta besarnya imbalan atau
jasa (Sanusi, dkk; 1991). Pada zaman sekarang ini guru bukan lagi satu-satunya
tempat bertanya bagi warga masyarakat karena tingkat pendidikan masyarakat
sebagian besar sudah lebih tinggi daripada pendidikan guru, dan jabatan guru
dianggap kalah gengsi dari jabatan lain yang mempunyai penghasilan yang tinggi.
Hal-hal tersebut antara lain yang menyebabkan kewibawaan dan status guru mulai
memudar dan berkurang.
1.3.2.
Fungsi
organisasi profesi guru
Sebagaimana telah disebutkan dalam salah satu criteria
jabatan profesional, jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk menyatakan
gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi.
Bagi guru-guru di negara kita wadah ini telah ada, yakni Persatuan Guru
Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di
Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru
Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa (Hermawan S.,1989). Salah
satu tujuan dari PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan
profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni, 1986).
Selanjutnya terdapat empat misi utama PGRI, yakni: a) misi politis/ideologis,
b) misi persatuan/organisatoris, c) misi profesi, dan d) misi kesejahteraan.
Kelihatannya dari praktek pelaksanaan keempat misi tersebut dua misi pertama
yaitu misi politis/ideologis dan misi persatuan/organisasi lebih menonjol
realisasinya dalam program-program PGRI. Ini dapat dibuktikan dengan telah
adanya wakil-wakil PGRI dalam badan legeslatif seperti DPR dan MPR. Peranan
yang lebih menonjol ini dapat kita pahami sesuai dengan tahap perkembangan dan
pembangunan bangsa dalam era orde baru
ini.
Dalam pelaksanaan misi lainnya – misi kesejahteraan
kelihatannya masih diperlukan peningkatan. Sementara pelaksanaan misi ketiga
yaitu profesi, belum begitu tampak kiprahnya yang nyata dan belum terlembaga.
Dalam kaitannya dengan pengembangan profesinal guru,
PGRI sampai saat ini masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam dalam
merencanakan dan melakukan program-program penataran guru serte program
peningkatan mutu mutu lainnya PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan
program atau kegiatan yang berkaitan dengan perbaikan cara mengajar,
peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru, peningkatan kualifikasi guru,
atau melakukan penelitian ilmiah tentang masalah-masalah profesional yang
dihadapi para guru saat ini.
Kebanyakan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan
mutu profesi biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan peringatan ulang
tahun atau kongres, baik di pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu, peranan
organisasi ini dalam peningkatan mutu profesional keguruan beelum begitu
menonjol.
1.3.3.
Jenis-jenis
organisaasi profesi guru
Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi
guru-guru sekolah yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru
yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (sejenis) MGMP yang didirikan atas
anjuran-anjuran pejabat Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini
bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesonalisasi dari guru dalam
kelompoknya masing-masing. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan
jadwal yang cukup baik. Sayangnya belum ada keterkaitan dan hubungan formal
antara kelompok guru-guru dalam MGMP ini dengan PGRI.
Selain PGRI, ada lagi organisasi profesional resmi di
bidang pendidikan yang harus kita ketahui yaitu Ikatan Sarjana Pendidikan
(ISPI), yang saat ini telah mempunyai divisi-divisi antara lain: Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia
(HISAPIN), Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI), dan lain-lain.
Hubungan formal antara organisasi-organisasi ini dengan PGRI masih belum tampak
secara nyata, sehingga belum didapatkan kerja sama yang saling menunjang dan
menguntungkan dalam peningkatan mutu anggotanya. Sebagian anggota PGRI yang
sarjana mungkin juga sudah menjadi anggota salah satu divisi dari ISPI, tetapi
tidak banyak anggota ISPI staf pengajar di LPTK yang juga menjadi anggota PGRI.
1.3.4.
Ruang
lingkup profesi keguruan
Peranan profesi guru dalam
keseluruhan program pendidikan disekolah diwujudkan untuk mencapai tujuan
pendidikan yang berupa perkembangan siswa secara optimal. Untuk maksud tersebut, maka peranan professional itu mencangkup tiga bidang
layanan, yaitu layanan intruksional, layanan administrasi, dann layanan bantuan
akademik social pribadi.
Pertama, penyelenggaraan proses belajar mengajar, yang menempati porsi terbesar
Dari profesi keguruan.
Kedua, tugas yang berhubungan dengan membantu murid dalam mengatasi masalah
belajar pada khususnya dan masalah-masalah pribadi yang akan berpengaruh
terhadap keberhasilan belarnya.
Ketiga, disamping kedua hal tersebut, guru harus memahami bagaimana sekolah itu
dikelolah, apa peranan guru didalamnya, bagaimana memanfaatkan prosedur serta
mekanisme pengelolaan tersebut untuk kelancaran tugas-tugasnya sebagai guru.
Secara
kontekstual dan umum, ruang lingkup kerja guru itu mencangkup aspek-aspek :
1.
Kemampuan profesional mencangkup :
a.
Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus
diajarkan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya
b.
Penguasaan dan penghayatan atas wawasan dan landasan kependidikan dan
keguruan.
c.
Penguasaan proses-proses pendidikan,
keguruan, dan pembelajaran.
2.
Kemampuan social mencangkup
kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar
pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
3.
Kemampuan personal (pribadi)
mencakup :
a.
Penampilan sikap yang positif
terhdap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi
pendidikan beserta unsure-unsurnya.
b.
Pemahaman penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya di anut
oleh seorang guru.
Seorang
menampilkan unjuk kerja yang professional apabila dia mampu menampilkan
keandalannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Keandalan kerja itu
dapat di lihat dari berbagai segi berikut ini:
a.
Mengetahui, memahami dan menerapkan apa yang harus di kerjakan
sebagai guru.
b.
Memahami mengapa dia harus melakukan pekerjaan itu.
c.
Memahami serta menghormati batas-batas kemampuan dan kewenangan profesinya
dan menghormati profesi lain.
d.
Mewujudkan pemahaman dan penghayatannya itu dalam perbuatan mendidik,
mengejar dan melatih.
Ruang lingkup
profesi guru dapat pula di bagi ke dalam dua gugus, yaitu: gugus pengetahuan
dan penguasaan teknik dasar professional dan gugus kemampuan profesional (Soedijarto, 1982).
1.
Gugus pengetahuan dan penguasaan teknik dasar professional dan mencakup
hal-hal berikut:
a. Pengetahuan
tentang disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan studi (structure,
concept,and way of knowing).
b. Penguasaan bidang studi sebagai
objek belajar.
c. Pengetahuan tentang
karakteristik/perkembangan belajar.
d. Pengetahuan tentang berbagai
model teori belajar(umum maupun khusus).
e. Pengetahuan dan penguasaan
berbagai prosese belajar(umum dan khusus)
f. Pengetahuan tentang karakteristik
dan kondisi social, ekonomi, budaya, politi sebagai latar belakang dan konteks
berlangsungnya proses belajar.
g. Pengetahuan tentang proses
sosialisasi dan kulturalisasi.
h. Pengetahuan dan penghayatan
pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
i.
Pengetahuan dan penguasaan berbagai media sumber belajar.
j.
Pengetahuan tentang berbagai jenis informasi kependidikan dan manfaatnya.
k. Penguasaan teknik mengamati
proses belajar mengajar.
l.
Penguasaan berbagai metode belajar.
m. Peguasaan tekhnik meyusun
instrument penilaian kemajuan belajar.
n. Penguasaan teknik perencanaan dan
pengembangan program belajar mengajar.
o. Pengetahuan tentang dinamika
hubungan interaksi antara manusia, terutama dalam proses belajar mengajar.
p. Pengetahuan tentang system
pendidikan sebagai bagian terpadu dari system social Negara bangsa.
q. Penguasaan teknik memperoleh
informasi yang diperlukan untuk kepentingan proses pengambilan keputusan.
2.
Gugus kemampuan profesional,
mencakup :
a. Merencanakan
programbelajar mengajar
1) Merumuskan
tujuan-tujuan instruksional
2) Menguraikan
deskripsi satuan bahasan
3) Merancang
kegiatan belajar mengajar
4) Memilih
media dan sumber mengajar
5) Menyusun
instrument informasi
b. Melaksanakan dan memimpin proses
belajar mnengajar.
1) Memimpin dan
membimbing proses belajar mengajar.
2) Mengatur dan mengubah suasana
belajar mengajar.
3) Menetapkan dan mengubah urutan
kegiatan belajar.
c. Menilai
kemajuan belajar.
1) Memberikan
skor atas hasil evaluasi
2) Menstransformasikan
skor menjadi nilai.
3) Menetapkan
rengking.
d. Menafsirkan dan memanfaatkan
berbagai informasi hasil penilaian dan penelitian untuk memcahkan masalah
professional kependidikan.
Profil
kemampuan dasar guru yang harus dimiliki sebagai seorang professional yaitu
sebagai berikut.
1.
Menguasai bahan
a.
Menguasai bahan
bidang studi dalam kurikulum sekolah.
b.
Menguasai bahan pendalaman bidang studi.
2.
Mengelola program belajar mengajar.
a.
Merumuskan tujuan instruksional
b.
Mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar.
c.
Memilih dan menyusun prosedur
instruksional yang tepat.
d.
Melaksanakan program belajar
mengajar.
e.
Mengenal kemampuan anak didik.
f.
Merencanakan dan melaksanaakan pengajaran remedial.
3.
Mengelola kelas
a.
Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran .
b.
Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi.
c.
Menciptakan disiplin kelas.
4.
Menguanakan media atau sumber
a.
Mengenal, memilih dan mengunakan media.
b.
Membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana.
c.
Mengunakan dan mengelola laboraturium dalam rangka proses belajr mengajar
d.
Mengembangkan laboratorium.
e.
Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar
f.
Menggunakan micro teeching unut
dalam program pengalaman lapangan.
5.
Menguasai landasan-landasan
kependidikan
6.
Mengelola interaksi belajar mengajar
7.
Menilai prestasi siswa untuk kependidikan pengajaran
8.
Melaksanakan program pelayanan bimbingan dan konseling
a.
Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan konseling
b.
Menyelenggarakan program pe layanan bimbingan dan konseling di sekolah
9.
Menyelenggarakan administrasi
sekolah
10. Memahami prinsip-prinsip dan
menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Nggak ada daftar Pustaka nya kak..?
BalasHapus